Minggu (4 Februari 2023) di kantor PAN, politik baru “bulan baru”, Koalisi Kebangsaan, menyusul peningkatan Electoral College pasca Ramadhan Selat Al-Rahmi yang dipimpin oleh Partai Amana Nasional, diumumkan muncul. Kompetensi Prabowo Subianto untuk penampilan luar biasa di Jangar Pranow dan Anees Baswedan.

Survei yang dilakukan Lembaga Penyelidik Indonesia (LSI) sejak 31 Maret hingga 4 April menunjukkan tingkat peluang calon presiden (cawapres) untuk menang dalam pemilihan presiden 2024.

Angka polling membuktikan Prabowo Subianto berada di posisi teratas dengan peluang menang 30,3%.

Jangar Pranow berada di urutan kedua dengan 26,9%, diikuti oleh Anees Baswedan dengan 25,3%.

Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, dan PAN berupaya menjaga silaturahmi di bulan Ramadan sebagai dorongan politik untuk menyatukan konsep-ide-dinamika partai-partai anggota Aliansi Indonesia Raya dan Aliansi Indonesia Bersatu (KIB). KIR) yang mengarah pada konsensus naratif Aliansi Nasional tentang integrasi.

Gubernur (Ketum) partai yang hadir antara lain Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Girindra Prabowo Subianto, Ketum Girindra Prabowo Subianto, Ketum PKK Muhimin Iskandar, Ketum PPP Muhammad Mardionu, dan Ketum Ban Zulkifli Hasan. Visi bersama dari Aliansi Nasional untuk Persatuan.

Ada dua Presiden yang tidak hadir dari CFC yakni Presiden Nasdem Surya Palu, Presiden Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Presiden PKS Ahmed Siyakho.

Juga, satu-satunya (penguasa) koalisi PDIP, Ketum Megawati Soekarno Putri, absen dari acara tersebut.

Namun, Presiden Joko Widodo hadir sebagai kepala negara dan mendapat tepuk tangan meriah seolah mengumumkan dimulainya koalisi besar.

Dari sini jelas bahwa PDI-P sangat percaya diri dan waras secara politik selama puluhan tahun berkuasa.

Pertama, PDIP adalah pemenang Pilpres 2014 dan 2019 dan juga mengincar triple (tiga kejuaraan).

Kedua, dengan 22,7%, peringkat tertinggi partai adalah PDI-P, dibandingkan dengan Golkar 13,8% dan Gerindra 11,3%.

Ketiga, pada PDI-P 2018-2022, dari 260 pilkada, pemenang pilkada terbanyak se-Indonesia meraih lebih dari 50% dari sekitar 156 pilkada.

Keempat, PDIP sudah memiliki calon presiden sendiri. Ada Jangar Pranow dan Puan Maharani dan mereka layak untuk pergi sendiri dan tidak berkoalisi dengan pihak manapun.

Koalisi nasional yang kuat saat ini merupakan ancaman besar bagi PDIP dan juga akan menghancurkan aliansi perubahan yang dibentuk oleh Nasdem, PKS, dan Demokrat yang sepakat untuk mencalonkan Annis Baswedan sebagai calon presiden mereka.

Koalisi Koalisi biasanya identik dengan gabungan beberapa partai politik, baik pemerintah maupun oposisi.

Peran koalisi memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu mempengaruhi kebijakan melalui berbagai lembaga terkait dalam kerangka persatuan, kesetaraan peran, partisipasi dalam pertempuran, berbagi gagasan, dan berbagi posisi.

Fungsi aliansi adalah memfasilitasi berbagai upaya anggota aliansi untuk mencapai kepentingan bersama yang akan disepakati bersama untuk tujuan bersama.

Haris, Shams El Din (2004) membagi model afiliasi menjadi tiga kategori. Pertama, koalisi yang paling tidak menang adalah pemerintahan dengan dukungan mayoritas sederhana di parlemen.

Selama dua periode Jokowi, PDIP menundukkan lawan-lawannya dengan memaksimalkan peran legislatif dan eksekutif dalam mengambil tindakan politik tertentu terkait aliansi politik.

Kedua, koalisi minoritas atau saat ini disebut Oposisi.

Ini berlaku untuk koalisi partai kecil yang berkuasa dan karena itu tidak mendapatkan dukungan mayoritas sederhana di parlemen.

Kasus Aliansi Minoritas kini dengan Koalisi Perubahan pimpinan Nasdem, Demokrat, dan PKK mencari celah kemenangan baru di pemilu 2024 dengan Anis Baswedan sebagai calon presiden yang mewakili partai “oposisi minoritas”. “Koalisi” (Nasdem) atau partai yang kehilangan kursi parlemennya di bawah PDI-P, Golkar dan Gerindra.

Ketiga, Aliansi Besar.

Ini yang sebenarnya dimainkan oleh PDIP.

Namun, istilah Koalisi Besar kini beredar antara KIB dan KIR dan memiliki fokus baru sebagai negara federasi.

Jika koalisi yang sudah ada tidak segera membentuk atau menyusun koalisi baru, hal itu menjadi ancaman serius bagi PDIP.

PDIP mengetahui Koalisi Besar terpecah menjadi koalisi baru seperti Koalisi Pembentukan KIB yang dipimpin oleh Golkar, PAN dan PPP, serta Koalisi KIR yang dibentuk oleh Gerindra dan PKB.

Golkar yang kedua kalinya memenangkan pemilu 2019, dan Girinda yang ketiga kalinya memenangkan pemilu 2019, benar-benar bersatu dalam keinginannya untuk keluar dari aliansi besar semula dengan PDIP.

Apakah karena arogansi PDIP yang semula mensponsori koalisi besar, atau barisan koalisi lama untuk pemilu 2019 ingin memisahkan diri karena tujuan dan kesepakatan yang bertentangan antara presiden dan koalisi parlemen?

Rupanya, PDIP membaca bahwa hal itu akan terjadi dan kemudian mengisyaratkan untuk bergabung dengan Koalisi Kebangsaan dengan syarat berat RI-1 harus dialihkan dari PDIP.

Ini kontras dengan kelayakan Prabowo saat ini sebesar 30,3%, mengungguli kandidat PDI-P Ganjar Pranowo (26,9%).

Kedua, Golkar yang terpilih pada putaran kedua pilkada 2019 berhasil memenangkan putaran ketiga pilkada 2019. Apakah Anda akan menerima PDI-P dalam situasi sulit ini?

Ketiga, PKB, PAN, dan PPP pemegang utama Koalisi Kebangsaan tidak akan sepenuhnya mengakomodir kepentingan bersama dan akan sangat membebani PDI-P yang membutuhkannya.

Harapan terbesarnya adalah kesejahteraan masyarakat ke depan jika Aliansi Kebangsaan atau Aliansi Reformasi menjadi titik balik melawan arogansi PDIP dan ketidakpuasan besar koalisi selama 10 tahun PDIP berkuasa.

Jika baik Koalisi Kebangsaan maupun Koalisi Reformis tidak menyadarinya, mereka tidak ada bedanya dengan koalisi yang hanya ingin melanggengkan kekuatan baru seperti mantan PDI-P.

Rakyat ingin menjadi satu-satunya tujuan, bukan hanya bahasa, tetapi satu kesatuan transformasi bangsa Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Koalisi untuk perubahan, aliansi negara atau aliansi satu.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *